Pendidikan di pondok pesantren adalah perjalanan yang unik dan menuntut, tidak hanya bagi santri, tetapi juga bagi para wali santri. Pada saat-saat ketika santri memasuki dunia pondok, wali santri memiliki peran penting dalam mendukung dan memotivasi mereka. Inilah mengapa ada pesan T.I.T.I.P. yang mungkin dapat menjadi panduan bagi wali santri.
Sayangnya, banyak orang tua yang tidak kuat mental ketika mengirimkan anaknya menuntut ilmu jauh dari kampung. Mereka mengira akan sama saja dengan menyekolahkan anak dekat-dekat rumah.
Akhirnya, sebagian dari wali santri gagal, putus dijalan karena hatinya belum kokoh. Untuk itu, melalui halaman ini saya ingin memotivasi para orang tua atau calon wali santri untuk mempersiapkan hal-hal berikut saat memondokkan putra-putri mereka.
Tips ini berasal dari Pimpinan Pondok Modern Gontor, Kyai Hasan Abdullah Sahal, di singkat dengan istilah TITIP
Huruf “T” yang pertama adalah Tega. Orang tua harus tega meninggalakan anaknya di pondok. Biasanya para ibu punya sindrom gak tegaan.
Yakinkan pada diri Anda bahwa di pesantren putra-putri ibu dididik bukan dibuang, diedukasi bukan dipenjara. Harus tega, karena pesantren adalah medan pendidikan dan perjuangan.
Yakinlah keadaan anak bapak jauh lebih baik dibanding keadaan saat Nabi Ibrahim alaihissalam meninggalkan putranya di gurun yang tandus tidak ada pohon sekalipun, apalagi MCK dan warteg.
ربنا إني أسكنت من ذريتي بواد غير ذي زرع …
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman … (Ibrahim [14]: 37)
“I”… ikhlas. Sebagaimana kita sadar, bahwa anak kita dididik, dan diajar, kita juga harus ikhlas purta-putri kita menjalani proses pendidikan itu; dilatih, ditempa, diurus, ditugaskan, disuruh hafalan, dibatasi waktu tidurnya, dan sebagainya.
Kalau merasa anak Anda dibuat tidak senyaman hidup dirumah, silakan ambil anak itu serkarang juga.
Pondok bukan funduk (hotel), pesantren tidak menyediakan pesanan. Lagi pula, guru dan ustadz belum tentu dibayar dari uang kita.
Huruf T kedua adalah Tawakkal. Setelah menetapkan hati untuk tega dan ikhlas, serahkan semua pada Allah.
Berdoalah! Karena pesantren bukan tukang sulap, yang dapat mengubah begitu saja santri-santrinya. Kita hanya berusaha, Allah azza wa jalla mengabulkan doa.
Doa orang tua pada anaknya pasti dikabulkan. Minta juga anak untuk rajin berdoa karena doa penuntut ilmu mustajab.
Untuk poin ini yang utama adalah dana. Tidak semua pondok merupakan lembaga amal. Banyak pondok yang tidak menggaji ustadznya, masa’ harus dibebani dengan membiayai santrinya juga.
Imam Syafi’i sendiri berpesan mengenai syarat menuntut ilmu adalah dirham (baca: uang/rupiah). Insyallah, semua yang dibayarkan bapak-ibu 100% kembali pada anak-anak.
Yang terakhir, Percaya. Percayalah bahwa anak bapak-ibu dibina, betul-betul dibina. Semua yang mereka dapatkan di pondok adalah bentuk pembinaan. Jadi kalau melihat anak-anakmu diperlakukan bagaimanapun, percayalah itu adalah bentuk pembinaan.
Jadi, jangan salah paham, jangan salah sikap, jangan salah persepsi.
Jangan sampai, ketika ibu-bapak berkunjung menjenguk anak, kebetulan melihat putra-putrinya sedang mengangkut sampah, kemudian wali santri mengatakan “ngak bener nih pondok, anak saya ke sini untuk belajar, bukan jadi pembantu”.
Ketahuilah ayah bunda, bapak ibu… putra-putrimu pergi ke pesantren untuk kembali sebagai anak berbakti. Jangan beratkan langkah mereka dengan kesedihanmu. Ikhlaskan, semoga Allah rahmati jalan mereka.
Leave a Comment