Saat itu sempat saya tanya sama seorang ibu yang membawa beberapa kardus besar menuju kamar anaknya.
“ Bawa apa bu?”
Sang ibu, tersenyum, sambil mesem mesem “ ini stok makanan buat anak saya ustadz, hehehe”ujarnya.
“ anak saya susah makan di dapur, gak enak rasanya, jadi saya bawain stok makanan supaya gak kelaparan” lanjutnya.
Saya tertegun, lantas saya sampaikan, “ bu, silakan dibawa lagi semua kardus makanannya”
“tapi ustadz?” tanyanya.
“ bawa aja bu, nanti saya jelasin “ tegasku
Lantas saat itu saya jelaskan, bahwa pondok pesantren memiliki kebijakan untuk tidak membawa stok makanan dalam jumlah yang cukup banyak, selain akan menghabiskan banyak tempat, juga akan membuat anak cenderung konsumtif dengan makanan berpengawet ini.
Tapi mommy mommy dan bunda bunda semuanya, bukan itu titik tekannya, Saat anak di pesantren ada hal hal yang sengaja kita persiapkan untuk mereka di masa depan.
Ayolah, kita coba terbuka sedikit, mereka gak akan mati hanya dengan makanan dapur yang bebas dari penyedap rasa.
Kalau dulu mereka terbiasa dengan junk food, KFC, atau apalah Maka mereka harus terbiasa dengan menu yang bisa jadi 10 tahun yang akan datang menjadi keseharian mereka.
Loh? Kita gak tahu masa depan mereka moms!
Kita bisa aja berharap bahwa kondisi ekonomi mereka baik baik saja, tapi, siapa yang tahu !
Makanan dapur, adalah sarana meningkatkan daya juang mereka, mau gak mau, enak gak enak, mereka harus makan! Kalau enggak, mereka akan kelaparan, kalau sudah lapar, percaya sama saya bu, ujung ujungnya mereka akan makan tuh makanan dapur yang katanya gak doyan,
Ini ada nilai filosofisnya bu! Menu ayam goreng yang biasa di makan di rumah, menjadi menu istimewa saat di pesantren, bahkan mereka rela antri hanya untuk mendapatkan sepotong ayam goreng yang gak berpenyedap rasa itu.
Pernah seorang ibu cerita sambil berurai air mata, biasanya untuk mengobati rasa kangen orang tua, kita sering share foto anak anak sehari hari, liat anaknya ngantri makan sambil bawa piring ama gelas, ibu itu histeris
“Ustadz, di rumah anak saya gak pernah ngantri kayak gini, semuanya sudah disiapin sama pembantu, makan tinggal makan, apalagi harus sampai cuci piring kayak gitu, duh lanang ku”
saat itu, saya ingin sekali bilang sama sang ibu, Please bu, jangan lebay!, tapi urung, sedang yang keluar dari lisan saya saat itu “ Insya Allah ini akan melatih daya juang anak ibu di masa depan”
Makan di dapur tak hanya sekadar menu, namun ada pelajaran lain yang sedang kita bina, ada kesederhanaan, senasib sepenanggungan, lapang dada, dan sifat Qona’ah (menerima segala pemberian Allah SWT), ada pelajaran ngantri agar anak belajar sabar, faham hak dirinya dan orang lain, manajemen waktu, dll.
Mereka yang masih nyelak(nyerobot), akan gagal, dan terus dilatih sampai bisa tertib, yang gak datang sesuai waktu, akan mendapat pelajaran betapa berharganya waktu yang dimiliki untuk mendapat sesuap nasi.
Intinya makanan dapur memiliki nilai pendidikan yang gak akan didapatkan anak di rumah,
kenyataanya, makanan di dapur gak semengerikan yang diceritakan anak anak kita bu, berani coba?
Satu lagi Bu ibu…usaha pendidikan kesederhanaan ini bakal rusak dengan seringnya kita pesankan makanan melalui jari jemari kita di android ,
Aplikasi itu memang membantu banyak orang tapi untuk saat ini, untuk anak yang memang sedang kita siapkan untuk masa depan agar siap dengan segala kondisi sebaiknya urungkan untuk sementara.
Biarkan mereka belajar bersyukur, biarkan mereka belajar bertahan dengan kesederhanaan minimal saat di pesantrennya. Cukup kirimkan makanan itu 1 bulan sekali saja yaa…
Kuat, kuat, kuat ya bunda. Ayolah
Para Ayah, kuatkan bunda ya..OK
Tim Pembinaan Tholib
IG @bangrhifay
masyaAllah, anak saya juga menjadi lebih baik saat masuk ke pondok Assyifa sagalaherang, bangga ibu nak……
alhamdulillah
Leave a Comment